Seputarkuningan.com – Ujang adalah Korban dari upaya perhutani mengklaim seluruh hasil produksi hasil hutan, hasil jerih payah kaum Tani di Desa Cipedes Kecamatan Ciniru yang bertahun-tahun menanamnya tanpa bantuan dari perhutani.
Kriminalisasi yang dilakukan perhutani terhadap Ujang merupakan upaya masifikasi atau monopoli terhadap hasil produksi hutan yang sejak awal merupakan hasil jerih payah kaum Tani Hutan, dimana pada tahun 2000, Ujang bin Sanhari membeli bibit 4000 lebih mahoni kemudian menanamnya bersama-sama anggota LMDH Tani Asih mandiri Desa Cipedes di wilayah hutan yang sudah sahih menjadi wilayah garapan LMDH tetapi kemudian memasuki masa panen segala cara dilakukan perhutani untuk mengklaim hasil jerih payah Kaum Tani terutama Pak Ujang. Hal ini diungkapkan Ketua PMII Kuningan Fauzan Azhim kepada Seputarkuningan.com.
” Aksi silidaritas ini sebagai bentuk kepedulian kami para masiswa terhadap nasib Pak Ujang. Kami menilai adanya kriminalisasi terhadap kasus Pak Ujang,” kata Fauzan.
Pertama, kata Fauzan, dengan melakukan krinimalisasi terhadap Pak Ujang yang dituduh melakukan perusakan hutan dan penebangan liar, kedua tidak mendelegitimasi Pak Ujang sebagai anggota LMDH, ketiga memasukan angka kerugian sekitar Rp 124.113.000 yang harus diganti Pak Ujang.
” Dari ketiga hal tersebut bisa ditarik kesimpulan bagaimana kriminalisasi terhadap Pak Ujang berdampak serius terhadap kehidupan sosial-ekonomi Pak Ujang. Keadaan tersebut telah membuat semakin merosot dan terpuruknya kehidupan keluarga Pak Ujang,” ujar Fauzan.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua GMNI Kuningan Mochamad Sugiono yang menilai kasus Pak Ujang merupakan diskriminasi dan juga kriminalisasi terhadap petani.
Sugiono menambahkan, saat persidangan pada tanggal 24 Januari 2019 lalu, terdapat kejanggalan kesaksian serta pemutarbalikan fakta di mana dalam penuturan Apep Hidayat sebagai saksi Perhutani menerangkan bahwa pada tanggal 28 oktober 2018, Pak Ujang menebang 44 pohon Mahoni, 1 pohon kihiyang dan 2 kayu Jenjing diblok cikokol petak 40B dan 40 G RPH pakembangan BKPH Garawangi KPH Kuningan. Kemudian pada tanggal 05 November 2018 ditangkap dengan barang bukti kayu balok persegi yang direndam di blok katulampa serta gergaji Shinsaw.
” Penangkapan terhadap Pak Ujang ini dilakukan tanpa melakukan penyelidikan mendalam dan hanya berdasarkan penglihatan semata serta pencocoklogian tunggak-tunggak pohon di Blok Cikokol ketika mereka patroli, selain itu Apep Hidayat menyatakan tidak ada penebangan sebelumnya tapi kemudian berani menyebutkan tidak mengetahui nota kerjasama LMDH dengan Perhutani,” papar Sugiono.
Kesaksian-kesaksian saksi Perhutani ini, kata Sugiono, jelas bertujuan mengarahkan Pak Ujang pada pasal 82 ayat 1 dengan ancaman 5 tahun penjara. Namun dari kesaksian Ketua LMDH dan Pak RT serta Sepuh hutan Pak Sapta memberi kejelasan siapa yang sebenarnya yang salah, pertama Ketua LMDH menyatakan Pak Ujang merupakan penggarap wilayah hutan Blok Cikokol 40 B, “Bagaimana mungkin Ujang disebut maling, padahal wilayah Blok Cikokol adalah tanah garapanya” . Kedua, Pak Ujang mempunyai hak atas apa yang ditanamnya di Blok Cikokol karena bibit mahoni, kihiyang dan jinjing bukan dari Perhutani melainkan dari Pak Ujang serta kedudukan ketiga tanaman tersebut adalah tanaman rawa bukan tanaman pokok. Ketiga tunggak-tunggak besar itu tidak ditebang oleh Pak Ujang melainkan oleh pihak Perhutani, sebelum musim hujan pada bulan Februari 2018 ada penebangan pohon sebagai upaya mencegah bahaya besar bagi warga di bawah Blok Cikokol ketika hujan dan itu dilakukan oleh warga dengan ijin dari mandor perhutani. Keempat Pak Ujang hanya menebang 11 pohon mahoni dan itu merupakan haknya sebagai anggota LMDH sebagaimana diatur dalam perjanjian nota kerjasama untuk kebutuhan rumah tangganya.
” Maka dari kesaksian Ketua LMDH, Pak RT dan pak Sapta bisa ditarik kesimpulan bahwa Pak Ujang tidak bersalah dan merupakan KORBAN rekayasa politik Perhutani. Dan sejatinya jikapun benar bermasalah, mekanisme penyelesaianya bukan ranah pidana melaikan perdata sebagaimana diatur dalam nota kerjasama pasal perselisihan dan Force Majore,” tegas Sugiono.
Dengan demikian sudah jelas kedudukan perhutani sebagai Tuan tanah di Hutan Cipedes telah bersikap fasis terhadap Pak Ujang serta dengan skenario kriminalisasi Pak Ujang membawa efek warga Desa Cipedes dan LMDH tidak mau memasuki wilayah hutan yang sejatinya pada tahun ini warga bisa menikmati apa yang ditanamnya.
” Kami dari pimpinan organisasi GMNI dan PMII menyerukan kepada seluruh pemuda dan mahasiswa kabupaten Kuningan untuk ambil bagian dan terlibat aktif dalam melawan kriminalisasi Pak Ujang dan membubarkan Perhutani kemudian memperhebat perjuangan keadilan bersama rakyat serta majelis hakim kejaksaan tinggi Kuningan melihat kasus ini dengan jelas bukan dari sudut pandang perhutani semata,” kata Sugiono.
GMNI dan PMII Kuningan menegaskan akan mengawal proses hukum terhadap kasus Pak Ujang hingga mendapat keadilan yang seadil-adilnya. (Elly Said)